BIOFARMASETIKA
Dalam proses terapi, terdapat beberapa faktor yang menentukan yaitu: diagnosa penyakit secara akurat, status klinik jelas, dan penentuan obat tepat. Di sinilah pokok pentingnya biofarmasetika yang erat hubungannya dengan penentuan obat yang tepat. Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara sifat fisikokimia formulasi dengan bioavailabilitas obat (Shargel & Andrew, 2005) hal 85.
Penggunaan obat untuk berbagai penyakit merupakan proses yang banyak seginya dan merupakan proses yang kompleks. Pertama: molekul aktif harus diketahui dan harus digunakan secara rasional, dalam arti keuntungan penggunaan dibandingkan kerugian bahaya/racunnya. Kedua: obat harus diformulasi dengan membuat suatu bentuk sediaan yang sesuai dan mengandung dosis yang tepat, serta diberikan dengan cara tepat pula sehingga mencapai organ/jaringan sasaran yang dituju. Ketiga: harus diperhitungkan dosis regimen sehingga obat dapat efektif dalam tubuh, yang ditentukan/disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis/patologis dan klinis (Joenoes, 2006) hal 21.
Biofarmasetika adalah pengkajian faktor-faktor fisiologis dan farmasetik yang mempengaruhi pelepasan obat dan absorbansi dari bentuk sediaan. Sifat-sifat fisika kimia dari obat dan bahan-bahan penambah menetapkan laju pelepasan obat dari bentuk sediaan dan transport berikutnya melewati membran-membran biologis, sedangkan fisiologis dan kenyataan biokimia menentukan nasib obat dalam tubuh (Lachman dkk, 2007) hal 427.
Bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat, maka biofarmasetika menjadi sangat penting. Biofarmasetika bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu (Shargel & Andrew, 2005) hal 85.
Tolok ukur fisiko-kimia dari obat dan bentuk sediaan dapat diukur dengan tepat dan teliti secara in vitro, sedangkan perkiraan kuantitatif dari absorbsi obat yang berarti dapat diperoleh hanya melalui percobaan yang tepat secara ini vivo. Teknik farmakokinetika memberikan arti dalam mengukur proses-proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi obat pada organisme yang memakannya (hewan atau manusia) (Lachman dkk, 2007) hal 427.
Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomik dan fisiologik tempat absorbsi serta sifat-sifat fisikokimia atau produk obat. Biofarmasetika berusaha mengendalikan variabel-variabel tersebut melalui rancangan suatu produk obat dengan tujuan terapik tertentu. Dengan memilih secara teliti rute pemberian obat dan rancangan secara tepat produk obat, maka bioavailabilitas obat aktif dapat diubah dari absorbsi yang cepat dan absorbsi lengkap menjadi lambat, kecepatan absorbsi diperlambat atau bahkan tidak terjadi sama sekali (Shargel & Andrew, 2005) hal 85.
Evaluasi dan interprestasi dari studi Biofarmaseutika merupakan bagian yang integral dari pengembangan obat obat, (“drug-product-design”). Penelitian-penelitian di bidang biofarmaseutika mencakup:
- Pengaruh dan interaksi antara formulasi obat dan teknologi, pembuatannya dalam berbagai bentuk sediaan yang akhirnya sangat menentukan kerja obat sesuai dengan sifat fisiko kimianya.
- Pengaruh dan interaksi antara obat dan lingkungan biologik pada situs penyerapan dan cara pemberian obat yang akhirnya menentukan disposisi bahan/zat aktif dalam tubuh.
- Pengaruh dan interaksi dari zat aktif dengan organisme menentukan ketersediaan obat secara biologis.
(Joenoes, 2006) hal 22.
Pada formulasi obat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1. Pemilihan bahan baku zat aktif (sumbernya) yang paling baik dengan melihat kecepatan disolusinya. Kecepatan disolusi zat aktif dari sediaan dalam saluran pencernaan makanan cukup erat kaitannya dengan kecepatan absorbsi oba tersebut dalam tubuh.
2. Evaluasi sifat/kualitas sediaan dalam tahap pengembangan.Bidang formulasi dalam pengembangan dan perbaikan formula sediaan, khususnya sediaan padat (tablet, kapsul, kaplet) dengan efek sistemik yang digunakan secara oral, yaitu dengan menentukan profil disolusi zat aktif dari masing-masing formula yang dicoba.
3. Penilaian tahap akhir mutu sediaan. Sediaan- sediaan yang formulasinya sudah selesai dan siap untuk diproduksi dalam skala besar untuk mulai dipasarkan, khususnya sediaan-sediaan dalam bentuk padat yang digunakan secara oral, diperiksa mutunya dengan menilai bioavailabilitasnya. Penilaian bioavailabilitas dilakukan secara komparatif dengan membandingkannya terhadap bioavailabilitas sediaan lain (dalam bentuk sediaan dan komposisi zat aktif yang sama), yang diproduksi oleh pabrik farmasi lain yang patut dijadikan sebagai patokan yang baik.
4. Penilaian ketepatan aturan dosis (dosage regimen). Dengan mengetahui therapeutic window dan data farmakokinetikanya, aturan dosis obat dinilai kembali, apakah dosis tidak terlalu besar sehingga pemakaian obat tidak efisien atau malah mungkin akan timbul efek-efek yang tidak diharapkan, atau mungkin terlalu kecil sehingga obat tidak akan bekerja secara efektif
(Anonim2, 2010).
Pelayanan informasi farmakokinetika (perjalanan obat di dalam tubuh). Pelayanan informasi farmako kinetika adalah pelayanan informasi mengenai perjalanan obat di dalam tubuh, yang meliputi :
o Sistem transpor (bentuk dan cara pemberian obat)
o Resorpsi (sistem penyerapan)
o Biotranformasi (sistem jaringan dalam merubah bentuk obat menjadi hidrofil di dalam hati agar metabolitnya dapat masuk ke sistem pembuluh darah/vena porta
o Distribusi (sistem penyebaran obat bersama metabolitnya oleh darah keseluruh jaringan organ tubuh)
o Ekskresi (sistem pengeluaran obat atau metabolitnya dari tubuh oleh ginjal melalui air seni/urine, kulit (keringat), paru-paru, empedu dan air susu)
(Anonim1,2010).
Proses Biovailabilitas Obat
Bioavailabilitas obat ialah jumlah relatif obat atau zat aktif suatu produk obat yang diabsorpsi, serta kecepatan obat tersebut masuk ke dalm peredaran sistemik. Efek terapetik suatu obat sangat bergantung pada kadar obat dalam darah/plasma; dengan demikian bioavailabilitas obat dari bentuk sediaannya akan mempengaruhi respon penderita terhadap obat (Joenoes, 2006) hal 120.
Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui serangkaian proses antara lain:
Untuk merancang suatu produk obat yang akan melepaskan obat aktif dalam bentuk yang paling banyak berada dalam sistemik, farmasis harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu: (1) jenis produk obat (misal: larutan, suspensi, supositoria); (2) sifat bahan tambahan dalam produk obat; (3) sifat fisikokimia obat itu sendiri (Shargel & Andrew, 2005) hal 86.
Faktor Farmasetik Yang Mempengaruhi Bioavailabilitas
Faktor-faktor yang memperngaruhi bioavailabilitas obat aktif yaitu:
1. Disintegrasi
Sebelum absorpsi terjadi, suatu produk obat padat harus mengalami disintegrasi ke dalam partikel-partikel kecil dan melepaskan obat.
2. Pelarutan
Pelarutan merupakan proses di mana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Laju pelarutan obat-obat dengan kelarutan dalam air sangat kecil dari bentuk sediaan padat yang utuh atau terdisintegrasi dalam saluran cerna sering mengendalikan laju absorbsi sistemik obat. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh dikenal sebagai ”stagnant layer”, berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi obat yang rendah. Laju pelarutan adalah jumlah obat yang terlarut per satuan luas per waktu (misal g/cm2.menit). Laju pelarutan dipengaruhi pula oleh sifat fisikokimia obat, formulasi, pelarut, suhu media dan kecepatan pengadukan
3. Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada kinetika pelarutan. Sifat-sifat ini terdiri atas: luas permukaan, bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat yang polimorf.
4. Faktor Formulasi Yang Mempengaruhi Uji Pelarutan Obat
Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga mempengaruhi kinetika pelarutan obat dengan mengubah media tempat obat melarut atau bereaksi dengan obat itu sendiri. Misalnya, magnesium stearat (bahan pelincir tablet) dapat menolak air, dan bila digunakan dalam jumlah besar dapat menurunkan pelarutan. Natrium bikarbonat dapat mengubah pH media. Untuk obat asam seperti aspirin dengan media alkali akan menyebabkan obat tersebut melarut cepat. Serta, bahan tambahan yang berinteraksi dengan obat dapat membentuk kompleks yang larut atau tidak larut dalam air, contoh tetrasiklina dan kalsium karbonat membentuk kalsium tetrasiklina yang tidak larut air.
(Shargel & Andrew, 2005) hal 95-98.
Pertimbangan Dalam Rancangan Bentuk Sediaan
Pertimbangan terpenting dalam merancang suatu sediaan adalah keamanan dan keefektifan. Bahan-bahan aktif dan in-aktif harus aman bila digunakan seperti yang diharapkan. Obat yang dilepas secara efektif ke tempat sasaran sehingga efek terapik yang diharapkan dapat dicapai (Shargel & Andrew, 2005).
Pertimbangan berikutnya meliputi:
- Pertimbangan penderita; obat yang pahit dapat dibuat berupa tablet/kapsul yang dienkapsulasi atau disalut, ukuran cukup kecil agar mudah ditelan, dan frekuensi pemberian dosis dijaga minimum.
- Pertimbangan dosis; obat tersedia dalam beberapa macam kekuatan dosis dengan didasarkan luas permukaan tubuh, berat badan, dan dengan pemantauan konsentrasi obat dalam tubuh.
- Pertimbangan frekuensi pemberian dosis; dikaitkan dengan waktu paruh eliminasi obat dan konsentrasi terapetik obat.
- Pertimbangan terapetik; tergantung kondisi terapi yang segera atau akut. Misalnya obat penghilang rasa sakit harus diabsorbsi cepat agar rasa sakitnya cepat hilang, sedangkan obat asmatik dirancang untuk diabsorbsi lambat agar efek perlindungan dari obat berakhir setelah jangka waktu panjang.
- Efek samping pada saluran cerna; untuk obat yang mengiritasi lambung dapat diatasi dengan disalut enterik atau untuk memperbaiki bioavailabilitas obat dapat diformulasi dalam kapsul gelatin lunak sebagai suatu larutan.
(Shargel & Andrew, 2005) hal 113-116.
Pertimbangan Rute Pemberian
Obat masuk ke tubuh dengan cara intravaskuler atau ekstravaskuler. Cara intravaskulas, ialah obat langsung masuk ke sirkulasi sistemik; seperti pemberian intravena (suntikan atau infus), intraarterial, dan intrakardial. Pemberian intravascular berarti obat tidak perlu mengalami fase pertama untuk memberikan efek, yaitu absorpsi. Sebaliknya, pada cara ekstravaskular, obat harus diabsorpsi dahulu sebelum masuk ke peredaran sistemik; pemberian oral/per oral, intramuskular, subkutan, rektan, dan topical. Syarat untuk absorpsi ialah obat (atau zat berkhasiat dari obat) harus terbebaskan dahulu dari bentuk sediaannya, dan ini bergantung tidak saja pada faktor fisiko-kimia obat tetapi juga pada lingkungan dari bagian tubuh dimana obat diserap. Faktor dari teknik pembuatan (farmako-teknik) merupakan penentu untuk pembebasan obat dari bentuk sediaannya ke dalam cairan tubuh (Joenoes, 2006) hal 22.
a. Produk-Produk Parenteral
- Obat-obat yang diinjeksikan secara intravena langsung masuk ke dalam darah dan dalam beberapa menit beredar ke seluruh bagian tubuh. Hanya untuk obat yang larut dalam air. Pelarut yang digunakan adalah kombinasi propilen glikol dengan pelarut lain.
- Obat-obat yang diinjeksikan secara intramuskular melibatkan penundaan absorpsi karena obat berjalan dari tempat injeksi ke aliran darah. Formulasi intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat atau lambat dengan mengubah pembawa sediaan injeksi. Keuntungannya adalah fleksibilitas formulasi.
b. Tablet Bukal
Tablet ini dirancang untuk terlarut di bawah lidah dan diabsorpsi dalam rongga mulut melalui mukosa mulut, serta mengandung bahan tambahan yang cepat melarut seperti laktosa. Contoh tablet sublingual nitrogliserin.
c. Aerosol
Seringkali digunakan untuk obat yang diberikan ke dalam system pernapasan. Ukuran partikel dari suspense (dalam ukuran kabut) menentukan tingkat penetrasinya. Obat dengan partikel bergerak dengan cara sedimentasi atau gerak Brown ke dalam bronkhioli. Contoh isotarina dan isoproterenol.
d. Sediaan Transdermal
Pemberian sediaan transdermal memberi pelepasan obat ke sistem tubuh melalui kulit. Obat yang diberikan secara transdermal tidak dipengaruhi oleh “first pass effects”. Contoh transderma-V untuk mabuk perjalanan yang melepaskan skopolamin melalui kulit telinga.
e. Sediaan Oral
Keuntungan utama sediaan oral adalah kemudahan-pemakaian dan menghilangkan ketidaknyamanan yang terjadi pada pemakaian injeksi. Kerugian utama adalah persoalan potensial dari penurunan bioavailabilitas dan bioavailabilitas berubah-ubah yang disebabkan absorpsi tidak sempurna atau interaksi obat.
f. Sediaan Rektal
Sediaan rektal disukai untuk obat-obat yang menyebabkan mual. Laju pelepasan obat sediaan ini tergantung pada sifat komposisi dasar dan kelarutan obat yang terlibat, serta terhindar dari “first pass effects”.
(Shargel & Andrew, 2005) hal 116-121.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1.2010. Pelayanan Informasi Biofarmasi Bentuk Obat Terhadap Efek Terapi.
(diakses pada 7 Oktober 2010).
Anonim2.2010. Sekilas Tentang Farmakokinetika
(diakses pada 7 Oktober 2010).
Lachman, L, H.A Liebermen., Joseph L.K. 2007. Teori dan Praktek Farmasi Industri 2 Edisi Ke-3. UI Press. Jakarta.
Joenoes, N. Zaman. 2006. Ars Prescribendi Resep yang Rasional Edisi ke-3. Airlangga University Press. Surabaya.
Shargel, L. & Andrew B.C.YU. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Airlangga University Press. Surabaya.
salam kenal mba..
BalasHapusak jg farmasi, angktn 09 di unsoed.
tau tentang transdermal aktif gak?
bagi infonya dong? makasii
salam kenal juga,, duu maaf baru baca komen mu de,, udah lama ga keurus ni blog ^_^
BalasHapusbagus bgt isinya,, sangat brmanfaat :)
BalasHapusslm kenal ,,,