Rabu, 24 Juni 2009

Pengenalan Lahan Basah


“PANORAMA MELINTANG LAHAN BASAH KALSEL”

Oleh: Nurul Aulia Rahmi

J1E108206

F-MIPA UNLAM



Seringkali kita dengar dari segala penjuru yang mengatakan bahwa KalSel itu indah dan asri penuh dengan kawasan rawa yang masih tergolong asli tanpa banyak polesannya. Hal tersebut tentulah tak dapat dipungkiri karena memang begitulah keadaan KalSel yang sebagian besar terdiri atas lahan basah. Namun, ironisnya, masih banyak panorama lahan basah KalSel yang melintang sejalan dengan upaya pemanfaatannya. Cerminan panorama melintang tersebut tergambar pada tiga desa kecil, yakni Gambut, Pagatan Besar, dan Damit.

Rawa Gambut

Ketika kita mendengar kata ‘rawa gambut’, maka akan terlintas dalam benak kita tentang padang hijau yang berair dengan beragam tumbuhan dan hewan penghuninya. Lalu apa sebenarnya pengertian gambut itu sendiri??? Secara etimologi, gambut merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang setengah membusuk di lahan yang berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempattidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpihan dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, bahkan kayu-kayu besar yang belum membusuk sepenuhnya kadang-kadang di temukan juga karena ketidak sediaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di lapisan-lapisan gambut.

Rawa gambut merupakan salah satu sumber daya alam yang mempunyai fungsi hidrologi dan fungsi lingkungan lain yang penting bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Antara lain berfungsi untuk pelestarian sumberdaya air, pencegah banjir, pencegah intrusi air laut, pendukung kehidupan keanekaragaman hayati dan pengendali iklim. Salah satu bagian aset rawa gambut kawasan Kalimantan Selatan adalah rawa gambut yang terletak di daerah Sambang Lihum. Nilai penting itulah yang menjadikan lahan rawa gambut harus dilindungi dan dipertahankan kelestariannya.

Namun, yang masih menjadi sorotan utama permasalahan rawa gambut adalah proses reklamasi hutan rawa gambut untuk tujuan tertentu. Hal ini masih terjadi pro dan kontra antara berbagai pihak. Dengan kata lain, pengalihan fungsi hutan rawa gambut menawarkan dampak positif yang cukup menggiurkan. Akan tetapi, pasti akan diikuti dengan perubahan ekosistem yang sangat cepat dan ditandai dengan meningkatnya intensitas negatif pula bagi manusia dan makhluk penghuni asli habitat tersebut.

Apabila rawa gambut tetap dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas, mengharuskan adanya upaya menyesuaikan kondisi air lahan atau mengeringkan lahan dengan cara membuat drainase atau kanal. Tanpa membuat drainase atau kanal di rawa gambut, dipastikan hanya jenis pohon asli yang bisa tumbuh dalam kondisi jenuh air atau daerah yang dominan basah. Di balik pembuatan drainase yang menyebabkan penurunan air tanah, maka terjadi perubahan suhu dan kelembaban di lapisan gambut dekat permukaan, sehingga mempercepat proses pelapukan dan permukaan gambut makin menurun. Pembuatan drainase atau kanal melintasi lapisan gambut tebal akan berdampak negatif jangka panjang, tampaknya belum banyak diketahui banyak orang.

Dampak nyata reklamasi rawa gambut adalah siklus hidrologi yang terganggu. Hal ini terkait dengan fungsi lahan basah secara alamiah merupakan suatu tempat penampungan, baik dari sumber air ataupun air hujan. Disamping itu lahan basah juga berfungsi sebagai pemasok air ke akuifer (kantung air), air tanah, atau ke lahan basah lain di daerah tangkapan air yang lebih rendah. Air yang masuk ke akuifer dapat bertahan sebagai bagian dari sistem air tanah yang menyediakan air bagi kawasan sekitarnya dan menjaga tinggi kolom air tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membuatu sumur yang relatif dangkal. Lalu bagaimana jika lahan basah tersebut dialihfungsikan sehingga fungsi aslinya akan terusik bahkan dapat terganggu total???

Seiring terganggunya siklus hidrologinya, maka akan turut mengundang terusiknya kehidupan vegetasi dan hewan penghuni asli lahan basah tersebut. Banyak vegetasi dan hewan penghuni asli yang mengalami kesulitan beradaptasi dengan kondisi lahan basah yang menjadi asing akibat proses reklamasi. Tentunya, tak dapat disangkal akan banyak makhluk penghuni asli yang tak mampu bertahan hidup. Bahkan ironisnya akan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan kelangsungan kehidupan makhluk hidup lainnya, terutama manusia. Hal ini tentunya dapat menjadi pertimbangan yang cukup penting bagi pemerintah yang berupaya mereklamasi kawasan rawa gambut.

Pagatan Besar

Pagatan Besar ialah nama desa kecil yang terletak di pesisir selatan provinsi Kalimantan Selatan tepatnya di Kabupaten Tanah Laut, sebuah wilayah yang merupakan batas antara ekosistem laut dan daratan. Kawasan pantai, hutan mangrove dan persawahan pasang surut merupakan rona alam yang membentang dari garis pantai menuju daratan. Nelayan dan petani mengeksplotasi alam untuk keperluan hidupnya. Kawasan pesisir ini menjadi habitat berbagai organisme. Selain itu pesisir juga menjadi wahana bagi manusia untuk beraktifitas. Masyarakat hidup dari bertani, berkebun, mengumpulkan hasil tangkapan di laut dan lain-lain aktivitasnya. Sehingga mereka dapat berperan dalam kegiatan ekonomi, hukum, pemerintah dan kemasyarakatan lainnya. Banyak sekali indikator yang dapat digunakan untuk menilai peran masyarakat yang hidup di kawasan pantai ini.

Fakta yang ditemukan di lapangan membuktikan bahwa kawasan pesisir telah menjadi habitat yang sangat penting dalam menunjang kehidupan berbagai organisme. Oleh sebab itu upaya pengelolaan pesisir ini perlu direncanakan dengan seksama. Kondisi pantai yang berada di daerah pagatan besar sangat memprihatinkan dan semakin gersang menyusul musnahnya pepohonan alam di pantai setempat akibat gerusan abrasi.

Air laut di sepanjang pesisir pantai Pagatan Besar berwarna cokelat keruh, hal ini karena daerah tersebut merupakan muara dari sungai Barito, di mana di daerah hulu sungai tersebut banyak terdapat pabrik-pabrik dan pertambangan. Oleh karena itu, limbah-limbah serta lumpur dari daerah hulu terbawa ke laut. Di sepanjang pantai banyak ditemukan gumpalan lumpur yang terbawa oleh air laut yang selanjutnya menggumpal sehingga berbentuk seperti batu menghiasi panorama pantai. Pesisir pantai ini telah mengalami kerusakan akibat abrasi gelombang laut. Abrasi sendiri terjadi karena gelombang pantai yang terus menerus menerjang bibir pantai tanpa ada penahan dari gelombang tersebut berupa pepohonan pelindung ataupun bangunan pelindung lainnya.

Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi abrasi pantai ini antara lain pembudidayaan tumbuhan api-api yang dapat menahan gelombang laut, pembuatan siring untuk memecah gelombang yang datang sehingga gelombang yang datang ke pantai tidak terlalu besar. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan pembudidayaan terumbu karang, serta mengurangi kegiatan di bagian hulu sungai untuk mengurangi sedimen-sedimen yang akan menyebabkan polusi air laut.

Di sepanjang pantai sangat jarang ditemukan tumbuhan bakau maupun api-api, sehingga abrasi yang disebabkan oleh gelombang laut sangat merusak daerah pesisir pantai.

Menurut masyarakat setempat, pembudidayaan tumbuhan api-api telah dilakukan, namun karena gelombang yang cukup besar, tumbuhan api-api yang mereka tanam terbawa oleh gelombang. Dalam pembudidayaan tumbuhan api-api, diperlukan waktu yang cukup lama, sehingga untuk penanggulangan awal adalah pembuatan siring sebagai bangunan pelindung pantai. Dari pembuatan siring ini, gelombang yang datang ke pesisir pantai tidak terlalu besar, sehingga dalam pembudidayaan tumbuhan api-api pun akan lebih mudah, di mana kendala berupa gelombang yang dapat membawa tumbuha api-api ini dapat diatasi.

Namun, semua usaha tersebut masih memiliki banyak kendala. Kendala utama dari penanggulangan ini adalah dana. Selain itu, kepedulian dan pemahaman masyarakat setempat sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha penanggulangan tersebut, karena pemeliharaan daerah tersebut terutama dilakukan oleh masyarakat setempat. Selain itu, pendidikan masyarakat yang cukup rendah, di mana di daerah ini hannya terdapat sekolah dasar dan taman kanak-kanak saja. Untuk mendapatkan tingkat pendidikan selanjutnya, masyarakat harus menempuh jarak yang cukup jauh. Mata pencaharian masyarakat daerah ini pada umumnya adalah sebagai nelayan dan petani.

Dampak negatif abrasi pantai tersebut cukup berpengaruh terhadap air sumur yang berada di desa tersebut. Sebagian besar air sumur yang terdapat di desa tersebut telah terkontaminasi oleh air laut sehingga rasanya pun menjadi payau. Tak ayal air sumur tersebut tidak dapat digunakan sebagai air konsumsi masyarakat. Masyarakat banyak menggunakan air sumur gali yang payau sebagai air mandi, cuci dan kakus. Untuk mengatasi hal tersebut, masyarakat di daerah ini biasanya membeli air dari daerah yang lebih tinggi untuk air minum. Namun, ada juga masyarakat yang kurang mampu menggunakan air sumur mereka untuk minum. Dari penggunaan air sumur ini dapat memicu penyakit kulit.

Selain itu, yang menjadi sorotan berikutnya adalah pemberdayaan kesehatan yang masih perlu dioptimalkan lagi. Menurut masyarakat setempat, di daerah tersebut sangat jarang diadakannya penyuluhan, baik mengenai abrasi pantai maupun kesehatan. Pada penyuluhan kesehatan yang pernah dilakukan, masyarakat mendapatkan obat gratis, seperti antibiotik, analgetik dan antipiretik. Walaupun menurut pengakuan seorang masyarakat bahwa beliau mengetahui bagaimana cara penggunaan obat-obat tersebut. Namun, belum tentu cara penggunaan obat-obat tersebut tepat, baik dosis, cara penggunaan, indikasi maupun pasien. Misalnya dalam penggunaan antibiotik, seandainya terjadi alergi terhadap antibiotik tersebut masyarakat belum tentu akan mengetahuinya. Oleh karena itu, perlu diadakannya suatu monitoring dalam penggunaan obat-obat tersebut sehingga diperoleh hasil yang efektif. Masyarakat daerah ini biasanya berobat di puskesmas yang hanya dilayani oleh seorang bidan yang tidak seharusnya melayani pengobatan penyakit umum. Menurut masyarakat setempat, dokter yang seharusnya bertugas di puskesmas tersebut sangat jarang ada di tempat. Selain itu, masyarakat setempat kurang mengoptimalkan penggunaan tanaman obat karena masyarakat lebih percaya pada pengobatan modern. Padahal dari observasi yang dilakukan cukup banyak tanaman obat di daerah tersebut. Tanaman obat tersebut abtara lain temulawak, tempuyang, permot, bandotan, jambu biji, mengkudu, sukun, kelapa, api-api, tapak dara, dan lain-lain.

Damit

Damit merupakan sebuah desa yang terletak di salah satu daerah dari rangkaian pegunungan Meratus, wilayah terletak di dataran tinggi yang hampir seluruhnay tertutup padang ilalang dan hutan-hutan kecil. Sesuai dengan namanya, Damit dapat berasal dari kata ‘dam’ yang berarti bendungan. Meskipun Damit merupakan bendungan yang relatif kecil ukurannya dibandingkan bendungan lainnya, tetapi Damit menjadi salah satu daerah tangkapan air yang sangat penting yang terletak di kawasan selatan pulau Kalimantan.

Berdasarkan obsevasi yang telah dilakukan di daerah Damit ini, maka akan tampak di sana pemandangan yang terlihat sangat indah, asri, dan segar. Akan tetapi, menurut opini penduduk yang menghuni daerah tersebut justru sebaliknya. Kondisi alam di Damit malah semakin memburuk jika dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Air di daerah bendungan tersebut terlihat keruh (tidak sejernih dulu) dan terlihat tidak terkelola dengan baik. Terkadang perairan sawah masih sering mengalami kekeringan dan pada musim tertentu juga bisa mengalami kebanjiran hingga daerah persawahannya terendam. Jika pasokan air menurun, masyarakat tidak perlu khawatir akan terjadinya banjir, namun kerugiannya daerah persawahan mengalami kekeringan dan pasokan air untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat terbatas atau kekurangan. Jika pasokan air meningkat, masyarakat serba cukup air, namun kerugiannya bendungan tersebut bisa jebol sehingga daerah sekitar seperti sawah dan rumah terendam atau mengalami kebanjiran.

Daerah Damit ini masih sangat perlu dilakukan peninjauan ulang dan pengaturan yang lebih baik guna kelangsungan hidup masyarakat dan kelestarian alam. Di daerah persawahan sekitar bendungan banyak ditemukan beberapa tanaman yang mempunyai potensi sebagai obat seperti tanaman karamunting untuk antidiare, rumput rhemason untuk mengobati gatal-gatal dan tanaman lainnya seperti teratai, kangkung, alang-alang, genjer dan sebagainya. Padahal tanaman tersebut mempunyai potensi apabila bisa dipergunakan dengan baik khususnya untuk mengobati penyakit yang biasa diderita masyarakat disana. Sebagian besar penduduk Damit kurang memanfaatkan tanaman obat yang terdapat di daerah tersebut. Mereka lebih sering berobat ke puskesmas. Menurut masyarakat, pelayanan puskesmas di sana sudah baik dan sejauh ini ketersediaan obat masih memadai.

Pertanyaan paling mendasar dari seruntun ‘Panorama Melintang Lahan Basah KalSel’ yang telah menjadi aset terpenting adalah bagaimana kepedulian kita dalam menanggapi dan menyikapi keadaan tersebut??? Apakah hanya berdiam diri terpaku tanpa respon apapun??? Atau bagaimana??? Itulah tugas kita sebagai ‘urang banua’.

 

Nurul Pharmacy08 © 2008. Design By: fsrid vio