Jumat, 10 Desember 2010

Demam Dan Obatnya (Antipiretika)

Demam adalah juga suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini para ahli bersependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh terhadap infeksi. Pada suhu 37o C limfosit dan makrofag menjadi lebih aktif. Bila suhu melampaui 40-41o C, barulah terjadi situasi kritis yang bisa menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh (Ref: Obat-Obat Penting, 2002).


Mekanisme Demam:

- MO masuk ke dalam tubuh membawa zat toksin yang dikenal sebagai pirogen endogen

- Tubuh akan melawan dan mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh (limfosit, makrofag, leukosit) untuk memakannya (fagositosit)

- Tentara tubuh akan mengeluarkan senjatanya berupa pirogen endogen (khususnya Inteleukin / IL-1) sebagai anti infeksi

- Pirogen endogen yang dikeluarkan akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus yang memacu pengeluaran Asam Arakhidonat yang akibatnya akan memacu pengeluaran PGE2 (Prostaglandin)

- PGE2 akan mempengaruhi kerja thermostat hipotalamus

- Hipotalamus merupakan pusat pengaturan suhu tubuh. Hipotalamus akan menjaga kestabilam suhu tubuh dengan mengatur keseimbangan antara pengeluaran panas dengan produksi panas yang berlebihan bila terjadi demam.

(Ref : Fisiologi Sheerwood)


Jenis-Jenis Obat Demam (Antipiretika):

1. Salisilat

Salisilat, khususnya asetosal merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretika.

Farmakokinetika: Pemberian oral, sebagian salisilat akan diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk yang utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah diabsorpsi, salisilat akan menyebar di seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar urin. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan terutama di mikosom dan mitokondria hati. Salisilat akan diekskresi dalam bentuk metabolitnya melalui ginjal, keringat dan empedu.

Asetosal/aspirin dapat menimbulkan perdarahan lambung, sindroma Reye (tidak boleh diberikan pada anak usis kurang dari 12 tahun)

Dosis: Untuk dewasa 325 mg- 650 mg, diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam. Untuk anak 15-20 mg/kgBB diberikan tiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gr per hari.

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

2. Salisilamid

Salisilamid adalah amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgetik-antipiretika mirip asetosal, walaupun badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat. Efek analgetika-antipiretika salisilamid lebih lemah dari salisilat karena salisilamid dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, sehingga salisilamid yang diberikan masuk sirkulasi sebagai zat aktif.

Dosis: Untuk dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari. Untuk anak 65 mg/kgBB/hari diberikan 6 kali/hari.

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

3. Diflunisal

Diflunisal merupakan derivate difluorofenil dari asam salisilat, tetapi in vivo diubah menjadi asam salisilat.

Farmakokinetika: Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. 99% akan terikat di albumin dan waktu paruh berkisar 8-12 jam.

Dosis: Dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg sehari dengan dosis pemeliharaan tidak melebihi 1,5 gram sehari

(Ref: Farmakologi & Terapi, 2008).

4. Para Amino Fenol

Derivat para amino fenol yaitu asetaminophen dan fenasetin. Mekanisme: menghambat biosintesis PGE2 yang lemah.

Farmakokinetika: Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu 0,5 jam dan masa paruh dalam plasma adalah 1-3 jam. Dalam plasma, asetaminofen 25% dan fenasetin 30% terikat dalam protein plasma. Ekskresi melalui ginjal dan sebagian asetaminofen dalam bentuk terkonjugasi.

Dosis: Dosis Lazim dewasa 500 mg untuk sekali dan 500mg-2gram untuk sehari (Ref: FI III, 1979).


By: Nurul Aulia Rahmi

cumii f@rma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Nurul Pharmacy08 © 2008. Design By: fsrid vio