Sabtu, 03 April 2010

Ekstraksi Bahan Alam

Indonesia... bumi hijau khatulistiwa...
Kaya akan keanekaragaman hayati...
Tak ayal jika potensi obat alaminya cukup handal...

Obat alami sudah dikenal dan digunakan di seluruh dunia sejak beribu tahun yang lalu. Di Indonesia, penggunaan obat alami yang lebih dikenal sebagai jamu, telah meluas sejak zaman nenek moyang hingga kini dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya. Bahan baku obat alami ini, dapat berasal dari sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya.
Farmakognosi yang berasal dari bahasa Yunani, pharmakon yang artinya “obat” (ditulis tanda petik karena obat disini maksudnya adalah obat alam, bukan obat sintetis) dan gnosis yang artinya pengetahuan. Jadi, farmakognosi adalah pengetahuan tentang obat-obatan alamiah. Pada hakekatnya, para pengobat herbalis itulah yang nyata-nyata merupakan praktisi farmakognosi yang pertama.
Obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional fitofarmaka dan farmasetika. Obat alami dapat diolah menjadi simplisia, ekstrak, kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam. Bahan obat alami berasal dari produk alam, baik itu dari tumbuhan, hewan, maupun mineral.
Khasiat obat alami ini berdasarkan adanya senyawa kimia yang dikandungnya. Berkaitan dengan hal ini maka penetapan karakterisasi suatu simplisia dan ekstrak perlu dilakukan guna menjamin mutunya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah pengujian kadar sari yang terkandung pada tanaman yang diuji, baik yang larut dalam air maupun etanol.
Salah satu pengujian yang dapat dilkukan dalam penentuan kadar dalam suatu tumbuhan menurut MMI adalah penetapan kadar sari dan penetapan kadar abu. Penetapan kadar sari ekstrak pada suatu tanaman dilakukan untuk mengetahui mutu dari ekstrak tanaman berkhasiat obat tersebut. Pengujian mutu ini sering pula dinamakan sebagai standarisasi mutu.

Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan, serta bahan alam lain dengan pelarut tertentu. Prinsip ekstraksi yaitu: pelarut organik akan menembus dinding sel, dimana zat aktif di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi kelarutan zat aktif dalam cairan penyari.
Dalam pengekstraksian suatu sampel, pelarut yang sering digunakan adalah alkohol atau etanol. Ekstraksi harus memperhatikan kepolaran dari zat aktif yang terkandungan dalam tumbuhan tersebut (Harborne, 1987). Prinsip umumnya dalam melakukan ektraksi adalah “like dissolve like”. Oleh karena itu pelarut nonpolar akan mengektraksi senyawa-senyawa nonpolar, dan senyawa polar akan terekrtaksi oleh pelarut polar. Mutu ekstrak dari suatu tumbuhan bisa berbeda-beda karena pengaruh metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan sehigga perlu dilakukan standarisasi.
Salah satu metode ekstraksi yang sederhana adalah maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Prinsip kerjanya adalah larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Standarisasi sederhana senyawa bahan alam adalah dengan pengujian kadar sari pada ekstrak, yang meliputi penetapan kadar sari yang larut dalam air dan larut dalam etanol. Nilai kadar sari yang larut dalam air dan etanol menunjukkan kandungan zat berkhasiat yang terdapat pada ekstrak, semakin tinggi nilainya semakin tinggi pula zat berkhasiat yang dikandungnya sehingga, semakin bagus mutu ekstraks tumbuhan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Nurul Pharmacy08 © 2008. Design By: fsrid vio